Jagoan Bola Ku Lulus UNAS SD 2012
Akhirnya tadi pagi kami terima surat pemberitahuan dari sekolahan bahwa anakku lanang lulus Unas SD 2012 dengan nilai rata-rata 8,1. Kami terima kelulusan itu dengan kidmat, bersyukur dan lega mengingat usaha belajar anakku selama ini sama sekali tidak maksimal.
Sudah kami wanti-wanti bahwa pulang sekolah harus tidur supaya saat belajar tidak ngantuk. Pesan ini hanya dipatuhi beberapa kali, selebihnya terjadi pembangkangan. Kami semua kerja saat siang hari, tetapi tetangga mengatakan bahwa anakku lanang siang hari panas-panasan main sepak bola, bukannya istirahat tidur di kamar. Pantesan badannya sampai gosong!
Hampir setiap sore kami harus bersitegang dahulu untuk membuat dia duduk manis belajar membaca IPA, Bahasa Indonesia ataupun mengerjakan Matematika. Terkadang rasanya sampai kepingin memecah TV dirumah yang menyedot perhatian anakku lanang atau bahkan pengin rasanya membanting Laptop yang berisi game yang ia sukai.
Rasanya kami harus memperpanjang usus supaya semakin sabar. Start belajar jam 19.00 WIB selang 1 jam kemudian sudah tata buku dan dimasukkan ke dalam tas. Jika kami tanyakan materinya yang dipelajari, dia jawab sudah dipelajari semua sampai habis. Kami hanya bisa ngelus dada dan geleng kepala.
Pernah suatu ketika kami menegur dia terlalu keras, akibatnya fatal. Dia malah mogok belajar malam itu dan lari tidur di dalam kamar dan dikunci dari dalam sampai pagi. Sama sekali belum mengerti bahwa belajar itu berguna kelak untuk masa depannya.
Berulang kali kami merayu untuk mendaftarkan dia dibimbingan belajar, selalu saja dia menolak dengan alasan sudah ada les tambahan dari sekolahan. Dia sudah capek, sudah tidak bisa berpikir. Akhirnya kami mengalah sebab kalau dipaksa malah tidak efektif dan takutnya malah ngambek.
Bank soal yang dianjurkan oleh gurunya pun sering kali dia sengaja tidak bilang untuk membelinya. Oleh karena itu sering kali kami cross cek dengan orang tua murid yang lain untuk menanyakan bank soal apa yang perlu disiapkan (dibeli). Bahkan kami carikan bank soal lewat internet, kami mintakan kumpulan soal-soal dari kolega kami. Inipun kalau tidak kami tunggu, maka soal-soal itu tidak akan dikerjakannya.
Makanya sekali lagi kami sangat bersyukur bahwa anak kami yang minat belajarnya pas-pasan ini bisa lulus SD. Kami sengaja tidak memaksa dia untuk menjadi juara, biarlah dia menjadi dirinya sendiri. Dan selanjutnya kami hanya bisa berharap dengan semakin bertambahnya umur anakku lanang ini, akan timbul kesadaran untuk belajar, belajar dalam segala hal secara sadar. Memang dia adalah anakku, tetapi dia bukanlah milikku, biarlah dia menjadi dirinya sendiri, bukankah begitu pesan pujangga Kahlil Gibran?
Rasanya kami harus memperpanjang usus supaya semakin sabar. Start belajar jam 19.00 WIB selang 1 jam kemudian sudah tata buku dan dimasukkan ke dalam tas. Jika kami tanyakan materinya yang dipelajari, dia jawab sudah dipelajari semua sampai habis. Kami hanya bisa ngelus dada dan geleng kepala.
Pernah suatu ketika kami menegur dia terlalu keras, akibatnya fatal. Dia malah mogok belajar malam itu dan lari tidur di dalam kamar dan dikunci dari dalam sampai pagi. Sama sekali belum mengerti bahwa belajar itu berguna kelak untuk masa depannya.
Berulang kali kami merayu untuk mendaftarkan dia dibimbingan belajar, selalu saja dia menolak dengan alasan sudah ada les tambahan dari sekolahan. Dia sudah capek, sudah tidak bisa berpikir. Akhirnya kami mengalah sebab kalau dipaksa malah tidak efektif dan takutnya malah ngambek.
Bank soal yang dianjurkan oleh gurunya pun sering kali dia sengaja tidak bilang untuk membelinya. Oleh karena itu sering kali kami cross cek dengan orang tua murid yang lain untuk menanyakan bank soal apa yang perlu disiapkan (dibeli). Bahkan kami carikan bank soal lewat internet, kami mintakan kumpulan soal-soal dari kolega kami. Inipun kalau tidak kami tunggu, maka soal-soal itu tidak akan dikerjakannya.
Makanya sekali lagi kami sangat bersyukur bahwa anak kami yang minat belajarnya pas-pasan ini bisa lulus SD. Kami sengaja tidak memaksa dia untuk menjadi juara, biarlah dia menjadi dirinya sendiri. Dan selanjutnya kami hanya bisa berharap dengan semakin bertambahnya umur anakku lanang ini, akan timbul kesadaran untuk belajar, belajar dalam segala hal secara sadar. Memang dia adalah anakku, tetapi dia bukanlah milikku, biarlah dia menjadi dirinya sendiri, bukankah begitu pesan pujangga Kahlil Gibran?
Komentar
Posting Komentar