Belajar Dari Tsunami Jepang
Gempa bumi yang dahsyat dan disusul dengan tsunami telah membuat negara Jepang hancur dan banyak korban jiwa jatuh. Gempa yang berkekuatan 8,9 skala Ritcher ini juga telah mengakibatkan kebocoran Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Jepang sehingga membuat panik dan ketakutan penduduk Jepang. Tidak hanya Jepang, bahkan dunia luar pun yang menjadi negara tetangganya menjadi takut melihat bahaya radiasi yang akan ditimbulkannya. Dunia segera teringat mengenai korban jiwa yang begitu banyak akibat bocornya sumber tenaga nuklir Chernobyl, Uni Soviet tahun 1986.
Kiranya tidak usah kawatir sebab ledakan reaktor nuklir Fukushima memang tidak akan sebahaya ledakan Chernobyl. Karena reaktor Fukushima yang dibangun oleh perusahaan General Electric, USA menggunakan sistem pendingin air bertekanan yang tertutup dan berada dalam bejana yang tertanam di dalam tanah atau disebut reaktor nuklir berjenis PWR (Pressurized Water Reactor). Dan hebatnya, desain PWR ini justru meruntuhkan bangunan gedung reaktor dan membuatnya meleleh hingga mengubur reaktor tersebut. Jadi apabila terjadi kecelakaan terparah, reaktor sudah dirancang untuk mnguburkan dirinya sendiri dan tidak menyebabkan bahan-bahan radiokatif berbahaya keluar dari zona eksklusi radiasi.
Jepang memang telah mempersiapkan diri secara dini untuk menghadapi bencana. Mereka telah merancang sedemikian rupa dan membangun gedung serta fasilitas umum yang tahan gempa sampai dengan kekuatan 10 skala ritcher. Desain reaktor nuklir untuk tenaga listrik juga sudah memilih yang paling aman. Namun Jepang lupa bahwa mereka tidak dapat menahan derasnya arus air bah yang datang secara tiba-tiba. Sama seperti ketika manusia berusaha menghindarkan diri dari serangan air bah pada jaman nabi Nuh, tak seorang pun dapat menyelamatkan diri kecuali yang telah ditentukan oleh Tuhan untuk selamat yaitu nabi Nuh dan keluarganya. (Kejadian 7). Tuhan melindungi mereka bukan karena kuat dan segagah nabi Nuh, tapi karena mereka berkenan kepada Tuhan dan juga telah mempersiapkan diri untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.
Namun mereka lupa bahwa mereka adalah manusia biasa yang harus binasa. Sama seperti kejadian setelah air bah surut pada jaman Nuh, manusia berusaha menghindarkan diri dari murka Tuhan dengan membuat menara yang tinggi dan mereka menamakan menara Babel. Mereka dengan sombong mau mempersiapkan diri secara fisik untuk menghindar dari bahaya air bah. Demikian juga dengan Jepang, mereka mempersiapkan diri secara fisik dan bukan secara rohani. Di dalam menghadapi bahaya bencana alam, manusia tidak akan mampu untuk menghadapinya secara fisik karena tidak akan mampu. Secanggih apapun alat pendeteksi tsunami, manusia tidak akan mampu untuk menghindarinya. Yang perlu dilakukan bukan hanya itu, tetapi lebih pada itu adalah berharap dan berserah kepada Tuhan. Nuh mempersiapkan diri menghadapi bencana alam air bah bukan karena kuat dan gagahnya dan bukan pula karena kecanggihannya pada waktu itu, tapi dia lakukan semuanya itu karena dia mau mengikuti perintah Tuhan. Dia taat dan setia untuk mendirikan bahtera yang besar sesuai rancangan Tuhan dan mungkin pada saat itu dia ditertawakan oleh tetangga, dicemooh dan dikatakan “gila” karena mendirikan sesuatu benda yang tidak lazim. Tapi karena hal itu adalah perintah Tuhan, maka dia melaksanakannya. Demikian juga dengan kita pada saat ini, Tuhan sudah memerintahkan kita untuk berjaga-jaga karena hari Tuhan sudah semakin dekat (Matius 24:42). Untuk menyambut kedatangan Yesus kedua kali, kita tidak diperintahkan untuk mendirikan bahtera Nuh, tidak diperintahkan untuk mendirikan menara Babel, tidak diperintahkan untuk mendirikan bangunan yang tahan gempa dan lain sebagainya, yang saat sekarang merupakan simbol kepongahan manusia. Tetapi Tuhan memerintahkan kepada umatNya untuk berjaga-jaga dengan setia dan taat kepada kebenaran firman Tuhan. Berjaga-jaga dalam hal agar Roh Tuhan tetap ada pada kita dan iman percaya kita tetap kepada Tuhan (Lukas 18:8). Oleh karena itu, marilah kita tetap di dalam hadirat Tuhan dan siap sedia selalu untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk yang mungkin bisa terjadi pada kehidupan kita. Terpujilah nama Tuhan. Amin.
Namun mereka lupa bahwa mereka adalah manusia biasa yang harus binasa. Sama seperti kejadian setelah air bah surut pada jaman Nuh, manusia berusaha menghindarkan diri dari murka Tuhan dengan membuat menara yang tinggi dan mereka menamakan menara Babel. Mereka dengan sombong mau mempersiapkan diri secara fisik untuk menghindar dari bahaya air bah. Demikian juga dengan Jepang, mereka mempersiapkan diri secara fisik dan bukan secara rohani. Di dalam menghadapi bahaya bencana alam, manusia tidak akan mampu untuk menghadapinya secara fisik karena tidak akan mampu. Secanggih apapun alat pendeteksi tsunami, manusia tidak akan mampu untuk menghindarinya. Yang perlu dilakukan bukan hanya itu, tetapi lebih pada itu adalah berharap dan berserah kepada Tuhan. Nuh mempersiapkan diri menghadapi bencana alam air bah bukan karena kuat dan gagahnya dan bukan pula karena kecanggihannya pada waktu itu, tapi dia lakukan semuanya itu karena dia mau mengikuti perintah Tuhan. Dia taat dan setia untuk mendirikan bahtera yang besar sesuai rancangan Tuhan dan mungkin pada saat itu dia ditertawakan oleh tetangga, dicemooh dan dikatakan “gila” karena mendirikan sesuatu benda yang tidak lazim. Tapi karena hal itu adalah perintah Tuhan, maka dia melaksanakannya. Demikian juga dengan kita pada saat ini, Tuhan sudah memerintahkan kita untuk berjaga-jaga karena hari Tuhan sudah semakin dekat (Matius 24:42). Untuk menyambut kedatangan Yesus kedua kali, kita tidak diperintahkan untuk mendirikan bahtera Nuh, tidak diperintahkan untuk mendirikan menara Babel, tidak diperintahkan untuk mendirikan bangunan yang tahan gempa dan lain sebagainya, yang saat sekarang merupakan simbol kepongahan manusia. Tetapi Tuhan memerintahkan kepada umatNya untuk berjaga-jaga dengan setia dan taat kepada kebenaran firman Tuhan. Berjaga-jaga dalam hal agar Roh Tuhan tetap ada pada kita dan iman percaya kita tetap kepada Tuhan (Lukas 18:8). Oleh karena itu, marilah kita tetap di dalam hadirat Tuhan dan siap sedia selalu untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk yang mungkin bisa terjadi pada kehidupan kita. Terpujilah nama Tuhan. Amin.
Komentar
Posting Komentar