Pedulilah Kepada Warga Jumoyo



Lihat Peta Lebih Besar

Bencana Merapi meninggalkan penderitaan berkepanjangan tidak hanya di puncak Merapi tetapi sampai ke lereng yang jauh dari puncak. Salah satu contoh adalah desa Jumoyo. Hingga kini sebagian besar penduduk desa ini masih mengungsi ke lapangan setempat karena terancam banjir pasir dan batu dari kali Putih. Sampai saat ini sudah empat kali banjir besar hingga memacetkan lalu lintas Yogya - Magelang (5/12/10, 8/12/10, 3/1/11 dan 23/1/11). Terputusnya jalan raya ini menimbulkan kerugian sosial ekonomi yang tidak sedikit. Aktivitas transportasi harus dialihkan lebih jauh dan lama (lewat Ngluwar), kegiatan sekolah terganggu, kegiatan masyarakat lumpuh dan normalisasi kali Putih menyedot anggaran daerah yang sangat besar. Ada 5 dusun yang mengungsi yaitu dusun Gempol, Kadirojo, Kemburan, Dowakan dan Seloiring. Jumlah pengungsi ada 422 KK sebanyak 1418 jiwa. Pemerintah daerah menyediakan 160 shelter di lapangan dusun Jumoyo dan 74 shelter di lapangan dusun Larangan. Dapur umum dipusatkan di Desa Jumoyo. Untuk melayani pengungsi tersebut dibutuhkan 1,5 kwintal beras dan 1/2 kwintal sayur setiap kali masak. Stok logistik hanya untuk 4 - 5 hari ke depan saja. Apabila stock ini menipis pihak Posko Logistik lapor ke Kabupaten Magelang, namun pihak Kabapaten pun akhir-akhir ini tersendat pasokannya. Apakah karena media masa tidak gencar memuat berita tentang pengungsi ini sehingga euforia untuk berbagi tidak menyebar? 


Nah, apabila anda hendak menyumbang dengan tanpa pamrih, inilah saatnya memberikan donasi kepada warga Jumoyo yang kapiran. Dijamin anda tidak akan diliput media masa nusantara dan tidak disertai hingar-bingar bendera partai politik yang menebar pesona ditengah bencana, anda tidak akan menjadi kondang lantaran masuk tivi nasional atas sumbangan anda. Inilah waktunya bagi kita untuk sepi ing pamrih rame ing gawe...

Shelter ini didirikan sejak 24 Oktober 2010 karena dipakai untuk mengungsi warga desa Kaliurang akibat letusan Merapi. Kemudian diteruskan pakai oleh warga Desa Jumoyo akibat banjir lahar dingin Merapi yang lewat Kali Putih. Apabila diberi kesempatan untuk memilih, jelas tak seorangpun yang memilih tinggal di shelter. Kenyamanan terusik, kebebasan terampas, privasi terganggu dan lama kelamaan menjadi jenuh serta stress. Meski selama ini makan tiga kali sehari terjamin hingga menjadi gemuk bagaikan ayam broiler, psykhis mereka terganggu, itu yang dikeluhkan warga Jumoyo. Apalagi mengingat info yang beredar bahwa mereka harus menunggu sekitar 2 tahun lagi sampai hunian sementara (huntara) siap dipakai, sungguh lama sekali. Dibutuhkan kesabaran dibalik keterpaksaan, kesabaran akibat tak ada pilihan, kesabaran yang tiada tara...








Team relawan Dipowisata setelah sampai di posko pengungsian Jumoyo diterima langsung oleh Kepala Desa Jumoyo, yaitu Bapak Sungkono.









Meskipun harus bekerja keras untuk memasak karena waktunya mepet, tetapi mereka dengan ihklas melayani konsumsi pengungsi.







 


Warga Desa Jumoyo terpaksa hidup di dalam shelter akibat tanah dan rumah mereka diterjang banjir lahar dingin berupa pasir, lumpur dan batu yang diluberkan oleh Kali Putih.











Inilah sedikit sembako untuk warga dusun Seloiring, desa Jumoyo.






Sekarang marilah kita melihat hamparan pasir dan batu yang berserakan di kawasan Jumoyo.





Mantan rumah, teruruk pasir dan batu


Di bawah ini adalah batu yang oleh kearifan lokal disebut-sebut sebagai batu menangis karena saat hendak dipecah oleh ahli tatah batu yang tahu serat batu namun justru selama tiga hari orang tersebut meneteskan air mata setelah memulai penatahan, dan baru sembuh setelah meminta maaf pada sang penunggu batu.












Ada benarnya juga bahwa Merapi memberikan musibah sekaligus berkah berupa pasir dan batu yang bisa langsung dijual ditempat.

Komentar

Artikel Populer

Karet Gelang Panci Fissler Rusak

Cooking Class Hakasima di Rm Cobra Yogya (Product)

Panci Presto Fissler Berganti Menjadi Sizzling