Siapa yg minta Monarki, rakyat Yogya butuh Penetapan
Saya sangat mendukung sikap Sultan HB X, sebagai Raja Kasultanan Ngayogyakarto Hadiningrat yang kemudian menggelar jumpa pers di Bangsal Pracimasono, Kompleks Kepatihan Yogyakarta tanggal 27 Nopember 2010 beberapa hari lalu atas pernyataan Presiden SBY tentang Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tidak mungkin bersistem monarki. Pie to iki? Siapa yang menginginkan sistem monarki di DIY,lha kog malah isuenya liar kemana-mana? Sejauh mana definisi monarki bagi Pak SBY? Apa lantas seluruh abdi dalem Kraton masuk dalam pemerintahan daerah hingga muncul lagi Wedono, Senopati, Manggoloyudo. Wajar kalau Sri Sultan kebakaran jenggot dan menggelar jumpa pers itu.
Tenan, saya salud sama sikap Pak Sultan, pemberitaan yang tidak benar, informasi yang tidak pas harus diluruskan dengan jumpa pers ataupun pers rilis karena ini sudah untuk konsumsi publik. Saat ini kami rakyat Yogyakarta itu masih sakit, masih prihatin, masih menderita oleh bencana Merapi dan bahkan bahaya sekunder Merapi berupa lahar dingin itu masih membayang di depan mata kami, tetapi kenapa pernyataan Presiden SBY memblunderkan status ke Istimewaan Yogyakarta? Pernyataan itu menambah luka hati kami...
Rakyat Yogyakarta itu sudah pada dewasa, bukti sejarahnya sudah sedemikian jelas dengan dipimpin Sultan HB IX yang meleburkan diri ke NKRI waktu itu, bukankah ini sudah mengiklaskan kemonarkian Yogyakarta ke dalam NKRI, ke dalam bentuk republik dengan demokrasi Pancasila? Coba, berapa banyak biaya, harga diri bahkan nyawa yang telah Sultan HB IX korbankan untuk demi tegaknya NKRI? Siapa yang berani pasang badan saat Ir. Soekarno dikejar-kejar Belanda? Wislah tidak usah bertanya pada sejarah yang sudah cetho welo-welo....
Munculnya referendum karena bertele-telenya pemerintah pusat dalam mensikapi pergantian kepemimpinan DIY. Sampai saat ini polemik itu belum berkesudahan, terutama tentang konsep RUUK (Rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan) DIY, padahal ini sudah lama berlangsung, siapa yang klelat-klelet? Berbagai pihak sudah menuangkan argumentasinya yang dinilai logis, kuat, konstitusional, dan tidak menghilangkan nilai historis. Ini bukan soal monarki, tetapi lebih mengerucut pada dua opsi pemilihan Gubernur atau penetapan Raja sebagai Gubernur. Referendum adalah menguji suara Tuhan (suara rakyat). Rakyat Yogyakarta siap, bagaimana pemerintah pusat? Itu saja pendapatku wekeke...
Komentar
Posting Komentar