Turis Melihat Debu Merapi

Tanggal 26 Otober 2010 Dipowinatan kedatangan tamu dari manca negara sebanyak 2 orang yaitu Pan Petr Novak dan Pani Radoslava Bednarova. Tamu dijemput Pak Marsito di bandara Adisutjipto terus diajak citytour ke Candi Prambanan yang berjarak 10 km.



Kemudian tamu diajak mengunjungi Kraton Yogyakarta



Bapak Marsito memang sudah profesional mengawal tamu sehingga sampai di kraton dipaskan waktunya dengan ritual caos teh supaya tamunya bisa menikmati atraksi menarik tersebut.



Selanjutnya karena sudah semakin siang, maka waktunya lunch (makan siang)  tamu dibawa  menuju Resto Puro Dalem yang ada di dalam Dalem Purbayan, yaitu tempat kelahiran HB IX. Restoran ini cara penyajiannya secara prasmanan, yaitu style penyajian hidangan yang sama kalau Sultan menjamu tamu agungnya. Restoran ini merupakan usaha pihak kraton untuk menampilkan kebiasaan mereka dalam menjamu tamu-tamunya. 



Setelah makan siang tamu kita ajak ke Taman Sari. Ini adalah tempat permandian pribadi dari Sultan, yaitu tempat yang dipakai untuk mengenggar-enggar pengalih. Taman Sari ada 3 kolam, yaitu 1 kolam untuk keluarga, kolam tengah untuk gadis-gadis Sultan, 1 kolam lagi untuk pribadi Sultan dengan tamu istimewanya. Disitu ada tempat yang bernama Sumur Gemuling, menurut legenda, lorong itu dipakai jalan Sultan untuk berkencan dengan Nyai Roro Kidul, yaitu dengan masuk ke Sumur Gemuling terus menggunakan perahu sampai ke laut selatan.



Sehabis dari Taman Sari, tamu diajak ke Bathik Plenthong di daerah Tirtodipuran, kemudian baru ke kampung Dipowinatan. Mula-mula tamu disambut di depan kantor Dipo-wisata oleh Bapak Syamsubani dan Ibu Winarsih. Penyambutan dengan diberi kalungan bunga semboja dan diberi sekedar cinderamata. 

Setelah penyambutan tamu diajak ke rumah Bapak Marsito untuk berganti pakaian jawa (surjan dan kebaya). yang memang disediakan secara khusus untuk para tamu di Dipowinatan. Komentar dari Ibu Pani Radoslava setelah memakai kebayanya yang sempit dan ketat, dia merasa langsing seperti gadis lagi.


Tamu kita diundang ke rumah Bapak Murdjiman. Disana dijamu jajan pasar dan teh nasgithel (legi panas kenthel).


Pada saat itu Bapak Marsito mendapat telepon dari wartawan Tempo yang bermaksud menginterview tentang Dipo-wisata. Ini suatu moment yang kebetulan pas mengingat saat itu sedang ada tamu dari Chekoslovakia. Akhirnya wartawan datang bergabung di rumah Bapak Murdjiman tersebut. Wartawan Tempo itu sempat bertanya dari mana wisman itu tahu Dipowinatan? Jawabnya, awalnya mereka mencari guide yang bisa bahasa Cheko,maka bertemulah mereka dengan Bapak Marsito yang pernah lama tinggal di Cheko. Mereka terperangah mendapat kenyataan bahwa Bapak Marsito pernah tinggal di Cheko lama. Kesan tentang Dipowinatan, meski baru bertemu selama 1 jam merasa sudah kenal 1 tahun saking happynya. Selanjutnya karena sang wartawan ada acara yang tak bisa ditinggal,maka interview dengan Bpk Marsito rencananya akan dilanjutkan nanti setelah mahgrib. Namun apa hendak dikata, gunung Merapi pada pukul 17.02 meletus sehingga wartawan lebih prioritas meliput kegiatan alam gunung Merapi hingga interview ditunda. Sehubungan dengan tamu Dipowintan, peristiwa gunung Merapi meletus merupakan atraksi wisata yang sangat menarik. Oleh karena itu besok agenda acaranya akan disempatkan untuk melihat gunung Merapi dari dekat. Tamu kemudian diantar check in di hotel Melia Purosani. Ternyata hotel ini penuh sesak banyak yang antri gara-gara para calon tamu hendak meliput kegiatan gunung Merapi.

Acara hari kedua diarahkan untuk bisa melihat Merapi dari dekat. Oleh karena itu mencari jalan lewat Turi, Pulau Watu terus ke Tempel, Sleman. Di situ daun-daun jelas kelihatan putih akibat tempelan hujan debu Merapi. Debu jelas kelihatan sewaktu berhenti di bong china di daerah Salam. 



Disini mereka sempat tertarik dengan cara para petani menanam padi secara mundur (tandur). Orang-orang dari dunia maju heran melihat planting kita yang masih tradisionil.




Kemudian perjalanan dilanjutkan ke Candi Borobudur.



Dalam perjalanan juga banyak debu berhamburan di jalan. Sampai di Candi Borobudur kelihatan stupa yang paling atas juga terkena debu Merapi. Pada saat itu candi ditutup untuk umum karena petugas sedang melakukan bersih-bersih debu Merapi.  



Oleh karena itu obyek wisata yang kita tuju adalah musem Kapal Raksa yang ada disebelah candi. Perahu itu dibuat di Madura berdasarkan gambar relief pada tahun 2002 kemudian dipakai untuk ekspedisi berlayar dari Indonesia - Ghana.. Setelah sampai di Ghana perahu dipotong-potong untuk dimasukkan container dibawa kembali ke Indonesia untuk dipajang di Borobudur ini.



Perjalanan dilanjutkan ke Candi Mendut yang juga terkena debu Merapi. Di sini ada pohon budhisatwa, yaitu sejenis pohon yang dahulu dipakai untuk semedi sang Buddha. 



Selanjutnya tamu kita ajak mengunjungi Ketep, yaitu gardu pandang gunung Merapi. Namun sewaktu sampai disana turun hujan maka tamu kita ajak pulang ke Yogyakarta.


Komentar

Artikel Populer

Karet Gelang Panci Fissler Rusak

Cooking Class Hakasima di Rm Cobra Yogya (Product)

Panci Presto Fissler Berganti Menjadi Sizzling