Letusan Merapi Terdahsyat Sejak 1870

Letusan Merapi sejak kemarin hingga Jumat (5/11/10) dini hari , lebih dari 24 jam nonstop barangkali merupakan letusan terdahsyat dan terlama sejak tahun 1870. Hampir seluruh arah mata angin kebagian awan panas. Luncuran lava ke kali Bebeng sejauh 11,5 km, kali Boyong sejauh 10 km,kali Putih sejauh 11 km, kali Gendhol sejauh 9,5 km, kali Senowo sejauh 3,5 km, kali Trising sejauh 3,5 km dan kali Apu sejauh 1,5 km.

Korban tewas terus meningkat, saat ini 80 orang tewas dan sebagian besar penduduk Argomulyo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.  Korban lebih mengenaskan keadaannya daripada korban sebelumnya karena kulit menjadi gosong dan sulit dikenali lagi., bahkan ada yang menjadi beberapa potong mengingat awan panas kali ini diperkirakan 800 derajad Celsius. 

Semalam letusan menciptakan kolom asap setinggi 8 km disertai semburan api dan lontaran batu pijar setinggi 500 m dengan radius sejauh 500 m. Tremor dan guguran lava serta awan panas berentetan menimbulkan getaran yang terasa hingga jarak 25 km dari puncak Merapi. Dini hari tadi suara gemuruh bahkan terdengar sampai rumah kami yang berjarak 30 km dari puncak Merapi.

Motor untuk mengungsi
Gambar di atas adalah motor yang dipakai untuk mengungsi dari Jl Kaliurang km 9 ke Dipowinatan.

Mobil untuk pengungsi

Demikian pula ini mobil yang dipakai untuk melarikan diri dari terjangan awan panas Merapi. Sekarang diparkir manis di depan Balai Dipowinatan Yogyakarta, seluruh penumpangnya selamat.


Sedangkan berikut ini suasana hujan abu gunung  api dan pasir dini hari tadi.




Ada juga sebuah mobil yang akhirnya berhenti di alun-alun besar depan kraton Yogyakarta untuk menikmati hujan abu yang mengguyur Yogya.




Pagi ini seluruh jalanan di Yogyakarta bagai disemen dengan abu  oleh gunung Merapi. Semua jalan berawarna putih dan ketika ada kendaraan melintas, abu gunung api tersebut langsung beterbangan ke udara sehingga sangat berpotensi menganggu kesehatan.



Kantor Pos Besar Yogya setelah hujan abu vulkanik tetap megah berdiri dan kita harap lava dingin tidak pernah sampai disini.



Hujan abu gunung api dan pasir yang cukup parah menimpa daerah Salam Muntilan, Srumbung, Blabak, Sawangan. Abu gunung api sampai setebal 5 cm. Dan ini merusak berbagai pohon yang ada di daerah tersebut, seperti pohon sengon, albasia, kelapa, kebun salak dan sebagainya. Jaringan PLN juga banyak yang rusak karena tertimpa pohon sehingga listrik mati sejak Kamis 4/10/10 kemarin. Akibatnya sinyal handphone juga ikut hilang karena stasiun BTS setempat tidak mendapat suplai listrik. Entah sampai kapan listrik akan menyala belum ada konfirmasi pasti. Sementara di daerah Purworejo hujan abu sampai setebal 2 cm. Dan karena abu berhamburan di jalan maka jarak pandang tidak lebih dari 200 cm.

Salam,Muntilan : rambutan semplok
Jalan kampung tebal debu 5 cm

Pemikiran positip kami adalah bahwa menurut sejarah material panas (lava) tidak akan melebihi 15 km dari puncak dan apabila sudah bercampur dengan air hujan (menjadi lahar) langsung mengalir ke sungai-sungai yang berhulu di Merapi. Artinya kalau penduduk tinggal 1 km dari bantaran sungai dan sesuai dengan zona aman yang direkomendasikan, tidak usah panik.

Menilik sejarah yang lebih jauh lagi, saat Ki Pemanahan dan puteranya R. Sutawijaya  mendapat hadiah hutan Mentaok yang begitu menyeramkan dari Kanjeng Sultan Hadiwijaya (Djoko Tingkir) dan hendak membangun Kraton Yogyakarta sedemikian rupa sehingga jarak dari laut dan dari puncak Merapi sama, yaitu 30 km, tentu dengan perhitungan yang njelimet, hanya tidak tertulis. Kita yakin bahwa para pendiri Kerajaan Mataram itu berani lapar, tapa-brata, dengan wewaton (bukan waton), melihat dengan mata batin dalam menentukan letak Kraton Yogyakarta. (Berdiri tahun 1774). Pendiri Kerajaan Mataram yang berjuluk Pangeran Mangkubumi dan kemudian bergelar Hamengku Buwono I ternyata memang priyayi pinilih. Dan ini terbukti dari HB I sampai sekarang HB X,  sudah sepuluh generasi belum pernah lahar  apalagi lava masuk kraton, oleh karena itu kita yang tinggal di Yogyakarta mengapa harus panik? Bukankah sudah ada unen-unen "cedhak ratu adoh watu"? Ora ilmiah ya enggak apa-apa, sing penting hati kita menjadi tenang.

Tentunya pendiri Kerajaan Mataram Islam, yaitu R. Sutawijaya juga sudah belajar dari runtuhnya Dinasti Sailendra dengan Kerajaan Mataram Hindhunya di seputar Magelang (Kerajaan Kaling). Merekalah yang mendirikan Candi Borobudur (dibuat oleh Raja Indra, tahun 824 M) dan Mendhut (824 M),   namun mereka runtuh karena gempa bumi dan letusan Merapi juga saat itu (abad ke 10) sehingga kerajaannya dipindah ke Jawa Timur. Namun belum ada data geologi yang memastikan letusan itu begitu dahsyat dengan awan panasnya sampai meluluh-lantakan daerah Kerajaan Kaling. Penemuan menunjukkan adanya sedimen (endapan) lahar setelah daerah tersebut ditinggalkan masyarakatnya. Dan pasti R. Sutawijaya mempunyai filosofi tersendiri yang melatar-belakangi pemilihan tempat untuk mendirikan Kraton Mataram Islam di Yogyakarta ini, katakan saja  Yogya sebagai daerah yang bukan merupakan lintasan lahar, masak sudah terbukti aman dari letusan Merapi selama 10 generasi, kita masih panik? No way lah....

Bukankah kita disuruh belajar dari sejarah? Barangkali itulah aplikasinya. Sehari kemudian ada berita dari Istana Kepresidenan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudoyono akan berkantor di Istana Gedung Agung Yogyakarta. Pihak istana pasti memperhatikan aspek keamanan Yogyakarta sebelum memutuskan untuk berkantor di Yogyakarta sejak 6 Nopember 2010 dengan batas waktu yang belum bisa ditentukan, hebat bukan? Berati Yogyakarta AMAN! Disamping itu barangkali dari sisi politik pemindahan pusat pemerintahan ke Yogyakarta ini sekaligus sebagai tes case wacana pemindahan pusat pemerintahan dari Jakarta yang ramai beberapa waktu lalu. Kayaknya ini mendapatkan moment yang tepat.

Sepertinya media televisi dengan siaran langsungnya yang hyper reality justru membuat panik orang-orang diluar Yogyakarta.Bahkan kami mendapat telepon dari teman, kerabat yang tinggal di Jakarta, Lampung, Menado, Pontianak, juga dari luar Indonesia seperti Belanda, Belgia, Chekoslovakia yang menanyakan tentang kondisi Yogyakarta. Berkali-kali kita harus katakan Yogyakarta sendiri aman dari lava, awan panas (wedhus gembel) maupun lahar karena berjarak 30 km dari puncak Merapi, hanya penerbangan di Bandara Adisucipto Yogyakarta ditutup sejak Jumat (5/11/2010) dan rencana buka lagi Minggu (7/11/10) guna menghindari debu gunung api merusak mesin jet pesawat.



Nah, kalau anda sudah tenang dan tentu anda akan penasaran  untuk melihat  indahnya lava tour Kaliadem dan kali Gendhol sebelum  Merapi meletus, silahkan baca artikel kami yang berjudul Lava Tour Kaliadem With Gaby.

Bisa juga anda baca judul artikel kami tentang rumah Mbah Maridjan sebelum erupsi 2010












Komentar

Artikel Populer

Karet Gelang Panci Fissler Rusak

Cooking Class Hakasima di Rm Cobra Yogya (Product)

Panci Presto Fissler Berganti Menjadi Sizzling