Dewa Ruci


Werkudara

Bima atau Werkudara, kesatria Pandawa yang bertubuh perkasa, berwatak jujur, keras dan taat,oleh gurunya Pandita Durna disuruh mencari air suci perwita sari. Keberadaan air suci itu ana telenging samodra, di dalam dasar samudera atau lautan yang paling dalam.

Motivasi Begawan Durna menyuruh Bima mencari air suci perwita sari tidaklah tulus, hendak melenyapkan Bima. Yang lebih edan lagi, air suci perwita sari itu sebenarnya tidak ada. Perintah Pandita Durna itu sebagai strategi dalam membela Kurawa untuk menghancurkan Pandawa. Dalam perhitungan Pandita Durna, Bima akan mati kalau sungguh masuk ke dalam dasar samudera.

Sesuai dengan watak Bima yang jujur, keras dan taat kepada guru, perintah itu dia laksanakan tanpa menaruh curiga sedikitpun. Padahal, Betara Kresna dan saudara-saudaranya menghalang-halanginya. Bima tetap pada tekadnya. Bima terjun ke dalam lautan. Di dalam lautan Bima bertemu dengan seekor naga raksasa yang bernama Nemburnawa, Indrabawa dan sebagainya. Keduanya berperang. Bima menang, naga dibunuh dengan diodhel-odhel nganggo kuku pancanaka, disobek-sobek dengan memakai kuku pancanaka.

Akhirnya Bima bertemu dengan sesosok makhluk yang menyerupai dirinya, tetapi hanya sebesar ibu jari. Dalam dialog antar mereka berdua, makhluk itu menyebut dirinya Dewa Ruci, yang juga disebut sang Marbudyengrat, Bima memperoleh wejangan tentang ngelmu sejati. Pengetahuan tentang hakekat makhluk dan seluruh alam semesta. Pengetahuan tentang jagad cilik dan jagad gedhe, dunia kecil dan dunia besar, mikro-kosmos dan makro-kosmos. Bima pun akhirnya pasrah atau berserah diri kepada Sang Marbudyengrat.


Dewa Ruci
Untuk membuktikan sikap pasrahnya atau berserah diri tersebut, Bima disuruh masuk ke dalam telinga kiri Dewa Ruci. Pada awalnya Bima sempat meragu, mana mungkin Bima yang tubuhnya sebesar itu dapat memasuki lubang telinga kiri Dewa Ruci yang tubuhnya hanya sebesar ibu jarinya.

Bermodal tekad, kepercayaan dan sikap pasrah, Bima masuk ke telinga Dewa Ruci. Bimapun menemukan jati dirinya. Bima menemukan jatining urip lan mati, hakekat hidup dan mati. Bima nglenggana anggone dadi titah, menyadari secara eksistensial bahwa dirinya hanya sekedar makhluk ciptaan.

Teladannya
Manusia sebagai dunia kecil yang hidup di marcapada mung sakdermo nglakoni, manusia ada hanya sekedar menjalani. Semua itu atas titah sing Murbeng Jagad, semua ini atas perintah Yang Menguasai Alam Semesta.Dalam hal ini manungsa ora wenang nitahake, manusia tidak mempunyai wewenang untuk menciptakan.Manusia hanya makhluk, bukan pencipta.

(Diambil dari berbagai sumber)

Komentar

Artikel Populer

Karet Gelang Panci Fissler Rusak

Cooking Class Hakasima di Rm Cobra Yogya (Product)

Panci Presto Fissler Berganti Menjadi Sizzling